Saturday, June 23, 2012

PAUS BUKAN SUPERMAN


Fratres,
"Selamat menjelang tengah malam."
Dari satu artikel beberapa tahun silam bertajuk PAUS BUKAN SUPERMAN. Tulisan seorang Katolik di mana ada dua kekeliruan yang cukup "rumit." yang sungguh membuat malu Bunda Gereja Kudus.

Tulisan yang menghina dan meremehkan Wahyu Ilahi. Tulisan yang tidak disertai fakta-fakta akurat. Kita tentu saja tidak akan membahas dari mana artikel tersebut untuk alasan etika.

Pada tahun 1864, dengan nada yang sama, Paus Pius IX dalam Sylabus Errorum-nya, mengecam cita – cita demokrasi modern, kebebasan berpikir dan kebebasan beragama.

Menyangkut "kebebasan" DAN beberapa point yang dikutuk dalam ensiklik Mirari vos oleh Paus Gregorius XVI dan Syllabus Errorum atau disebut juga Syllabus of Error yang adalah sebuah dokumen yang diumumkan bersamaan dengan Ensiklik Quanta Qura, pada 8 Desember 1864. Judul lengkap dokumen ini dalam bahasa Inggris adalah “A syllabus containing the most important error of our time which have been condemned by our Holy Father Pius IX in allocutions, at consistories, in encyclicals and other apostolic letters.”

Syllabus Errorum berisikan 80 kesalahan yang dikutuk Paus Pius X.

Syllabus Errorum disusun dalam sepuluh bagian, yaitu pantheisme, naturalisme, dan rasionalisme absolut (1-7), rationalisme moderat (8-14), indifferentisme dan latitudinarianisme (15-18), sosialisme, komunisme, kelompok rahasia, kelompok biblika, kelompok klerus-liberal, dan berbagai kesalahan mengenai gereja dan hak-haknya (19-38), kesalahan-kesalahan negara dan relasinya terhadap gereja (39-55), Kesalahan-kesalahan mengenai dasar dan etika kristiani (56-64), kesalahan-kesalahan mengenai perkawinan Kristen (65-74), kesalahan-kesalahan mengenai kekuasaan sipil atas kepausan (75-76), dan kesalahan-kesalahan yang merujuk pada liberalisme modern (77-80).

Dari sudut pandang dinamika liberalisme dan konservatisme, Syllabus Errorum mempunyai peran penting dalam sejarah Gereja karena serangannya terhadap ‘udara’ rasionalistik abab ke-19. Dengan mempertahankan hak dasar dan privilese Gereja, Syllabus Errorum mencegah kerusakan yang disebabkan oleh kebebasan dan klaim yang berlebihan mengenai kekuatan akal budi.

Beberapa contoh yang dapat kita lihat, baca, dan rasakan dari kehidupan di sekeliling kita:
1. Mengenai Euthanasia
a. penderitaan pasien tak tertahankan dan tidak ada harapan perbaikan hidup
b Pasien secara sukarela minta euthanasia dan permintaan ini tejadi berkali-kali dan selama satu jangka waktu yang lama (tentunya kesukarelaan ini berarti pasien tidak berada dalam pengaruh obat)
c harus ada konsultasi dengan, paling tidak, satu lagi dokter tambahan yang independen
d umur pasien paling tidak 12 tahun
e dan lain-lain

2. Penggunaan Narkoba di Belanda harus memenuhi beberapa syarat:

2.a Yang boleh dijual hanya "soft drugs" bukan "hard drugs" (obat-obatan yang mengandung resiko yang "tak bisa diterima" [oleh siapa??? siapa yang menentukan????] seperti heroin, kokain dan ekstasi)
b Penjualan soft drugs sendiri dibatasi. Tidak bisa kamu membeli lebih dari 5gr marijuana.
c dan lain-lain

Jadi mana ada kebebasan mutlak di Belanda? Gak percaya dengan yang ditulis? Silakan cek ke wikipedia (Euthanasia dan Drug policy of the Netherlands). Info-info diambil dari sana.

Kalau saya sehat dan ingin mati karena suara hatiku berkata demikian apakah aku diijinkan oleh Pemerintah Belanda? No.

Kalau saya ingin memakai kokain apakah pemerintah Belanda mengijinkan? No.

Dan kalau aku liberalist sejati maka aku akan bilang, "KENAPA GAK BOLEH!! AKU KAN GAK MENGGANGGU SIAPA-SIAPA DENGAN INGIN MATI SENDIRI DAN MENGKONSUMSI KOKAIN?! SUARA HATIKU SENDIRI OK-OK SAJA DENGAN TINDAKAN ITU!!"

Jelas sudah sangat benarlah Paus Gregorius XVI.

Adanya peraturan-peraturan negara yang melarang hal-hal atau tindakan-tindakan tertentu menunjukkan bahwa memang pada dasarnya kebebasan itu sangat berbahaya kalau di mutlakkan. Mengapa? Tentunya atas alasan bijak yang diucapkan sang Paus Gregorius XVI, bahwa "ketika semua batasan/penghambat yang membuat manusia tetap berada di jalan kebenaran yang sempit dihilangkan, maka KODRAT mereka, yang sudah terlanjur cenderung ke kejahatan, akan mendorong mereka ke kehancuran" (Lihat Par 14, dan juga baca Rom 3:23 dan Katekismus 403, 406-409).

3. Sekarang mengenai kebebasan berpikir.

Sebenarnya yang dikutuk Paus Gregorius XVI adalah, "immoderate freedom of opinion, license of free speech." Tapi memang kebebasan berpikir tersirat di dalamnya.

Dan tentunya manusia modern pasti akan langsung berteriak-teriak mendengar bahwa kebebasan pendapat dan kebebasan berbicara dilarang oleh Paus.

Bahkan mungkin si manusia modern akan berkata, "lihat Amerika, negara yang hebat di mana kebebasan pendapat dan berbicara dihargai. Ini menghasilkan banyak. Juga lihat banyak negara Barat yang maju."

Kepada siapa kita akan menjawab dengan tawa, "MWA HAHAHAHAHAHA..."

Pertama-tama, negara Barat yang mempunyai freedom of speech paling luas adalah United States of America. Negara-negara Eropa lainnya memiliki batasan-batasan yang relatif lebih mengekang freedom of speech daripada di USA. Gak percaya? Silahkan lihat wikipedia (Freedom of Speech). Kamu gak bisa pakai seragam perwira SS dan teriak "Sig Heil!" di Jerman (kamu bisa di USA, Ku Klux lan dan Neo-Nazi mengadakan pawai dan demo rutin di USA).

Yang kedua, di USA sendiri freedom of speech juga ada batasan-batasannya!

Contoh gampangan, meskipun kartun porno tidak dilarang, tapi karton porno di mana pelaku adegan pornonya menunjukkan karakter di bawah umur (18 tahun) dilarang dan melanggar hukum di USA. Aneh bukan? Kenapa karton porno di bawah umur dilarang? Toh tidak ada anak dibawah umur yang dilibatkan (kan cuma kartun, cuma gambar). Bahkan karena aturan ini, film kartun porno yang masuk di Amerika biasanya diberi disclaimer bahwa karakternya berumur di atas 18 tahun (meskipun suara, tampilan dan dandanannya kadang-kadang mengesankan seperti anak dibawah umur [ex: suara ABG, seragam SMU etc]). Konyol sekali.

Kalau aku Liberalist sejati penganut freedom of speech mutlak, maka aku akan protes habis-habisan. Mengapa hak-ku untuk berpendapat dan berpikir (dimana pikiranku tentang karakter karton di bawah umur yang melakukan tindakan seksual) dilarang?

Jepang bahkan lebih menghayati freedom of speech daripada USA karena mereka melegalkan karton dengan karakter dibawah umur (namun tentunya di hal-hal lain Jepang masih kalah jauh dari USA mengenai penerapan Freedom of Speech)

Info mengenai masalah legal atas kartun porno ini bisa dilihat di wikipedia (Lolicon).

Banyak juga hal lain yang menunjukkan bahwa freedom of speech di USA tidaklah se-free yang dibayangkan banyak orang. Silahkan baca entry wikipedia, Freedom of speech in the United States. Memang ada peringatan bahwa Netralitas dari artikel ini diragukan. Tapi paling tidak adalah benar bahwa adanya Miller test, aturan mengenai iklan (yang merupakan bentuk freedom of speech), aturan hate speech etc adalah aturan-aturan nyata yang membatasi freedom of speech.

Nah, kenyataan bahwa tidak ada kebebasan mutlak di manapun menunjukkan bahwa manusia sadar bahwa kebebasan tidak bisa di mutlakkan. Manusia sadar bahwa kebebasan yang mutlak akan mengarah pada kekacauan.


Sekarang tentang kebebasan beragama
Pernyataan yang bermasalah mestinya adalah yang berikut:

THE SYLLABUS
Pope Pius IX

15. Every man is free to embrace and profess that religion which, guided by the light of reason, he shall consider true.—Allocution "Maxima quidem," June 9, 1862; Damnatio "Multiplices inter," June 10, 1851.

Manusia modern bahkan bisa bertanya lebih lanjut, "bukankah ini bertentangan dengan Katekismus 2106?"

2106 "Nobody may be forced to act against his convictions, nor is anyone to be restrained from acting in accordance with his conscience in religious matters in private or in public, alone or in association with others, within due limits."(Dignitatis Humanae 2 § 1) This right is based on the very nature of the human person, whose dignity enables him freely to assent to the divine truth which transcends the temporal order. For this reason it "continues to exist even in those who do not live up to their obligation of seeking the truth and adhering to it."(Dignitatis Humanae 2 § 2)

Untuk menjelaskan semua ini ada satu prinsip yang perlu dikenal mungkin oleh semua orang Indonesia. Prinsip ini adalah prinsip yang cukup dikenal di dunia Barat karena warisan Katolik mereka, tapi jarang terdengar di Asia. Berkat Gereja Katolik, prinsip-prinsip yang rasional, tertanam kuat di pemikiran negara-negara Kristen (Protestant dan Katolik). Salah satu contoh dari prinsip rasional Katolik yang berakar kuat di budaya Barat tapi tidak di Asia adalah prinsip yang muncul dari perkataan seperti "the end does not justify the means" dan "two wrongs don't make a right"

Prinsip yang dikutuk Syllabus of Error no:15 adalah, "one have a right to be wrong [or in error]" ("seseorang punya hak [bisa juga kebebasan] untuk salah")

Ini sungguh masuk akal sekali! dan karenanya no:15 dari Syllabus of Error sungguh sangat betul!

Kita bisa salah. Kita sering salah. Tapi TIDAK BISA kemudian kita membenarkan kesalahan itu. Merubah "yang salah" menjadi "yang benar." Tidak bisa pendapat salah bahwa "api itu dingin" dibenarkan.

Kenyataan bahwa orang tidak punya hak/kebebasan untuk salah tidak berarti bahwa kita bisa MEMAKSA DIA untuk tidak jatuh dalam kesalahan tersebut. Dan INILAH YANG DITEKANKAN Katekismus 2106.

Katekismus 2106 tidak berkata bahwa orang BEBAS beragama apapun. Katekismus tersebut hanya berkata bahwa tidak bisa seseorang dipaksa atau dibatasi dalam beragama (sesalah apapun tindakannya tersebut [dan tentunya beragama lain daripada agama Katolik, agama yang sejati yang dikehandaki Allah, adalah suatu 'kesalahan'])

Ini dijelaskan lebih lanjut di Katekismus 2108

2108 The right to religious liberty is neither a moral license to adhere to error, nor a supposed right to error,(Cf. Leo XIII, Libertas praestantissimum 18; Pius XII AAS 1953,799) but rather a natural right of the human person to civil liberty, i.e., immunity, within just limits, from external constraint in religious matters by political authorities. This natural right ought to be acknowledged in the juridical order of society in such a way that it constitutes a civil right (Cf. Dignitatis Humanae 2).

Jadi, sudah sangat benar bahwa tidak ada yang namanya kebebasan dalam beragama. Kita tidak bebas dalam beragama. Tidak bisa kita beragama apapun kemudian itu menjadi benar dan tidak salah. Apalagi melihat bahwa diantara agama-agama tersebut saling berkontradiksi. Namun ini tidak berarti bahwa karena kita boleh memaksa orang untuk menyadari kesalahannya dan berpaling ke yang benar bila dia sendiri tidak digerakkan oleh nuraninya.
_________________

Beberapa [orang] berkata bahwa mereka tidak terikat oleh ajaran ... yang mengajarkan bahwa Tubuh Mistik Kristus dan Gereja Katolik Roma adalah satu hal yang sama. Beberapa [orang] mereduksi perlunya menjadi anggota Gereja untuk mendapatkan keselamatan abadi, menjadi formulasi yang tidak ada artinya. Yang lain bahkan meremehkan karakter dari kredibilitas iman Kristen tersebut. ... Kepada mereka Kita [merasa] sedih untuk menyatakan dengan keras [dan] mengulangi kembali kebenaran yang telah diketahui, dan untuk menunjukkan dengan cemas kesalahan yang jelas [ini] dan bahaya dari kesalahan [tersebut].
HUMANI GENERIS - Paus Pius XII (12 Augustus 1950) - Mengenai Pandangan-Pandangan Salah yang Mereduksi Pondasi Dari Ajaran Kristen

Dampak dari paham Liberalisme yang juga dianut oleh sebagian kalangan umat Katolik di Indonesia (baik kaum awam maupun kaum tertahbis) adalah kecenderungan untuk meninggalkan Ajaran GerejaNya.

Saya pernah bertanya kepada yang terhormat Pastor Pembantu di beberapa paroki tentang bagaimana pandangan beliau tentang Dogma EENS. Dijawabnya, bahwa Dogma EENS merupakan dogma yang jauh tertinggal alias kuno & kini (masih menurut dia) Gereja Katolik tidak menganut dogma itu sejak Konsili vatikan II.

Saya terhenyak & mengelus dada.....betapa penghayatan iman Katolik beliau sebagai Pastor Pembantu sangat memprihatinkan sekali.

Kenyataan memprihatinkan di atas juga pernah saya temui ketika saya berkorespondensi dengan seorang Pastor yang juga mengatakan kepada saya bahwa Dogma EENS tidak berlaku lagi seraya dia menyodorkan kepada saya sebuah kutipan dari artikel Lumen Gentium.

Memalukan sekali kalau para gembala kita tidak mengetahui bahwa dogma EENS masih dan akan tetap selalu berlaku & Konsili Vatikan 2 hanya menegaskan lebih detail mengenai iman Katolik...

Ini adalah paham yang dianut sebagian besar umat Katolik yang dapat kita lihat dan rasakan sekarang ini. Yang penting perbuatan, iman belakangan. Marilah terus mendoakan para gembala kita.

"Damnant quod non intellegunt!"--"Mereka menyalahkan/mengutuk apa yang mereka tak mengerti."

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi II, 2, 2]
*>Credit to DeusVult, Evangelos
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Judul: PAUS BUKAN SUPERMAN
Ditulis Oleh Catatan Steven
Jika anda mau mengutip, harap berikan link DOFOLLOW / Sumber yang menuju pada artikel saya PAUS BUKAN SUPERMAN ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda, jangan lupa berikan komentar dibawah artikel ini

Newer Post Older Post Home
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

bagaimana menurut pendapat anda, silahkan berkomentar

Unduh Adobe Flash player